A. PENDAHULUAN
Islam adalah agama paling sempurna. Kesempurnaan Islam menyangkut semua yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Mulai dari urusan politik, ideologi, ekonomi, hukum, sosial budaya, hingga ke urusan yang sifatnya sangat pribadi. Salah satunya adalah urusan bersuci.
Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 222, Allah SWT berfirman,
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Depag,
Dalam ayat ini kita dapat mengetahui taubat dan bersucinya seseorang adalah menjadi sebab kecintaan Allah kepadanya.
Islam memang tidak menganggap kecil setiap urusan, termasuk dalam hal bersuci. Bersuci begitu penting dalam Islam karena berhubungan dengan ibadah. Contohnya dalam ibadah shalat. Suci dari hadats besar dan kecil merupakan sebuah keharusan sebelum kita melaksanakan shalat.
Orang yang tidak bersuci setelah membuang hajat kecil akan disiksa dengan azab kubur. Seperti yang terjadi di zaman Rasulullah SAW. Suatu ketika Rasulullah SAW berjalan melewati pekuburan. Rasulullah berhenti sejenak, lalu berdoa..
Rasulullah mendoakan dua orang yang disiksa kubur agar azabnya dikurangi Allah SWT. Menurut Rasulullah salah satu yang disiksa itu karena tidak bersuci setiap kali buang air. Sedang yang satunya lagi adalah orang yang suka mengadu domba.
Inilah bukti keagungan Islam, hingga masalah kecil yaitu buang air saja menjadi sesuatu yang harus dipelajari dan diamalkan sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Bahkan ketika kita mengikuti sunah (tata cara) tersebut, akan menjadi ladang pahala kita, yang tentu saja tidak ada dalam agama lain. Hanya Islam yang mengajarkan hal ini.
Dalam Islam, banyak kegiatan ibadah yang mensyaratkan bersuci seperti wudhu. Menjadi sebuah kewajiban berikutnya untuk memahami tatacara pelaksanaan wudhu, tentang apa-apa yang membatalkan wudhu, ibadah mana saja yang mengharuskan wudhu dan ibadah mana yang disarankan untuk memiliki wudhu, dsb. Perkara-perkara ini sudah umum diketahui mayoritas umat, di sekolah pun diajarkan tentang hal itu. Inilah yang dianggap sebagai useful knowledge dalam Islam, karena ia bermanfaat bagi kita di akhirat. Aspek-aspek thaharah (bersuci) menjadi bagian penting dalam pendidikan Islam.
Dalam hukum Islam soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting karena merupakan syarat sahnya sholat bahwa seseorang yang akan mengerjakan sholat, wajib suci dari hadats dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Oleh karena itu thaharah hukumnya wajib berdasarkan Al Qur’an dan sunah. Allah Taala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah: 6).
Rasulullah bersabda (yang artinya), "Kunci salat adalah bersuci." Dan sabdanya, "Salat tanpa wudu tidak diterima." (HR Muslim).
Bagi seorang non-muslim, ia tidak akan menemukan kemanfaatan/keuntungan ketika misalnya, mempelajari bab “Macam-macam hadats (najis) besar” atau “perkara yang membatalkan shalat”. Demikian pula seorang muslim tak akan memperoleh manfaat dari mempelajari resep “anggur putih cocok untuk dipadukan dengan menu ikan, sedang anggur merah dengan daging” atau “babi panggang dengan saos tomat”. Dengan kata lain, hal-hal yang erat hubungannya dengan masalah ibadah merupakan hal yang sesuai dan bermanfaat bagi umat Islam
Thaharah menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah fuqaha (ahli fiqih) berarti membersihkan hadas menghilangkan najis, yaitu najis jasmani seperti darah, kencing, dan tinja.
Thaharah juga terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat, sombong, ujub, riya. Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudhu, mandi, atau tayammum).
Para ulama menerangkan bahwa hadats itu ada dua:
1. Al-Hadatsul Asghar , yakni hadats kecil yang meliputi segenap pembatal wudhu, yang hanya dihilangkan dengan berwudhu saja.
2. Al-Hadatsul Akbar , yakni hadats besar yang meliputi segenap pembatal wudhu yang harus dihilangkan dengan mandi yang disertai wudhu padanya dan mandi yang demikian ini dinamakan mandi junub.
B. PEMBAHASAN
1. THAHARAH a. Pengertian Thaharah Thaharah menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah fuqaha (ahli fiqih) berarti membersihkan hadas atau menghilangkan najis, yaitu najis jasmani seperti darah, air kencing, dan tinja. Sedangkan yang dimaksud dengan membersihkan hadas yaitu hadas secara maknawi yang berlaku bagi manusia. Mereka yang terkena hadas ini terlarang untuk melakukan shalat, dan untuk menyucikannya mereka wajib wudhu, mandi, dan tayammum. Dalam istilah Ilmu Fiqh, najis berarti benda yang ditetapkan oleh hukum agama sebagai sesuatu yang kotor, yang tidak suci (Muchith Muzadi, 2005). Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, عن ابن اباس رضي الله عنه قال: قال رسول الله ص.م: { إذا دُبِغَ الإهابُ فَقدْ طهُرَ} أخرجه المسلم, وعند الاربعة {أيّمَا إهابٍ دُبِغَ} Dari Ibnu ’Abbas ra, ia berkata : Rasulullah saw bersabda: ”apabila kulit disamak, maka ia jadi suci”. Dikeluarkan oleh Muslim. Dan menurut riwayat Imam empat ”Kulit yang mana saja bila disamak (pasti jadi suci)” (Ibnu Hajar Asqalany, 1991) Sementara yang dimaksud dengan Hadats itu ialah kondisi seorang Muslim yang sedang batal wudhunya karena keluarnya sesuatu dari dua jalan (yaitu jalan kemaluan depan yang diistilahkan dengan qubul dan jalan kemaluan belakang yang diistilahkan dengan dubur ), atau batalnya wudhu karena berhubungan badan antara suami dengan istri, yaitu ketika kemaluan pria telah masuk ke kemaluan wanita walaupun tidak keluar mani, maka batal pula wudhunya. Sehingga bila seseorang itu dikatakan ber hadats , maknanya ialah bila dia telah batal wudhunya karena sebab-sebab tersebut. Istilah hadats telah dikenal para ahli fiqh yang diambil dari antara lain sabda Rasulullah saw sebagaimana berikut ini: لا يقبلُ الله صَلاةَ احَدِكمْ اِذا اَحْدَثَ حَتّى يَتوَضّأ {متفق عليه} Artinya: “Allah tidak akan menerima salat seseorang apabila ia berhadats (keluar sesuatu dari salah satu kedua lubang) sebelum ia berwudhu” b. Macam-macam alat bersuci Untuk dapat mensucikan diri dari hadas dan najis itu sebaiknya menggunakan air, sebagaimana firman Allah SWT: وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا ".. Dan Kami turunkan dari langit air yang suci lagi menyucikan. " (Q.S. Al-furqon 48) Akan tetapi selain air, untuk dapat bersuci dapat menggunakan tanah sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya” “Dijadikan bumi itu sebagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). 1) Air Salah satu benda yang dapat dijadikan alat untuk mensucikan sesuatu yang najis adalah air. . Ditinjau diri segi hukumnya, air dapat dibagi menjadi 4 macam: a) Air Muthlak (air yang sewajarnya): yaitu air suci yang dapat mensucikan (thahir wa munthahhir lighiarih), artinya air itu dapat digunakan untuk bersuci, misalnya air hujan, air sumur, air laut, air salju, air sungai,air sumberan dan air embun. b) Air makruh yaitu air yang yang suci dan dapat mensucikan tetapi makruh digunakannya Seperti air musyammas (air yang terjemur oleh terik matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak kecuali air yang terjemur di tanah seperti air sawah, air kolam dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat) c) Air suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci (thahir wa ghairu muntharir lighairih); yaitu air yang boleh diminum tetapi tidak sah untuk bersuci. contohnya: (1) Air Musta'mal yaitu Air sedikit (kurang dari 2 kulah) yang telah dipakai untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya. (2) Air suci yang tercampur dengan benda suci, seperti air teh, air kopi dan lain sebagainya. (3) Air pohon-pohonan atau air buah-buahan seperti air nira, air kelapa dan sebagainya. d) Air Mutanajis, yaitu air yang terkena najis. Air mutanajis, apabila kurang dari dua kulah (kira-kira 60cm x 60cm kubig), maka tidak sah untuk bersuci. tetapi apabila lebih dari dua kulah dan tidak berubah sifatnya (bau, rupa dan rasanya), maka sah untuk bersuci. 2). Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, جُعِلتْ لِى الارْضَ طََيّبة وَ طَهُوْرًا وَ مَسْجِدًا {متفق عليه} “ Telah diijadikan bagiku bumi yang baik, menyucikan dan tempat sujud “ (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan karena sebab lain. Allah berfirman, فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا {النساء} “…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci. (An-Nisa: 43 c. Macam-macam najis (1) Bangkai ialah binatang yang mati begitu saja tanpa disembelih menurut ketentuan agama. Berdasarkan sabda Rasulullah saw: قال رسول الله ص م: ماقطَعَ مِنَ البَهيْمَةِ وَهِىَ حَيّة فَهُوَ مَيْتة (رواه أبوداود والترميذي) Artinya: “telah bersabda Rasulullah saw “apa yang dipotong dari binatang ternak, sedang ia masih hidup, adalah bangkai” (HR Abu Daud & Turmudzi) Dikecualikan dari itu: (a) Bangkai ikan dan belalang (b) Bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir seperto semut, lebah, nyamuk, dan lain-lain, maka ia adalah suci. (c) Tulang dari bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku dan kulit dari binatang yang hukumnya suci. (2) Darah, baik yang mengalir atau tumpah. Misalnya darah yang mengalir dari hewan yang disembelih ataupun darah haid. Tetapi jika darah tersebut sedikit, hukumnya dimaafkan. (3) Daging babi (4) Muntah (5) Air kencing (6) Kotoran manusia (7) Wadi, yaitu ar putih kental yang mengiringi keluarnya air kencing (8) Madzi, yaitu air putih bergetah yang keluar sewaktu mengingat senggama atau ketika sedang bercanda. (9) Mani. Sebagian para ulama berpendapat ia najis. Tetapi pendapat yang kuat ia adalah suci. Dan disunnatkan mencucinya bila basah dan mengoreknya bila kering. (10) Kencing dan kotoran dari binatang yang tidak dimakan (haram) dagingnya. Misalnya: daging babi, anjing, binatang bertaring, binatang buas, dll. d. Tingkatan Najis Dari berbagai macam najis tersebut digolongkan menjadi tiga tingkatan: (1) Najis Mughaladhah : yaitu najis yang berat yakni yang timbul dari najis anjing dan babi. Cara mensucikannya ialah lebih dahulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali dan salah satunya dicuci dengan air yang tercampur tanah. (2) Najis Mukhaffafah : yaitu najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya. Cara mensucikan, cukup dengan memercikan air pada benda yang kena najis itu sampai bersih meskipun air itu tidak mengalir.Adapun kencing bayi perempuan yang belum makan selain susu hendaklah mencucinya dengan cara dibasuh dengan air yang mengalir diatas benda yang terkena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat -sifatnya ,sebagaimana mencuci kencing orang dewasa. (3) Najis Mutawassithah : yaitu najis yang sedang, yaitu najis yang lain selain yang tersebut dalam najis ringan dan berat. Seperti: Kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia). Najis Mutawassithah dapat dibagi menjadi dua bagian : (a) Najis 'ainiyah: Yaitu najis yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zat (bendanya) lebih dahulu hingga hilang rasa, bau, dan warnanya. kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih. (b) Najis hukmiyah : yaitu najis tidak berwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering, cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis itu. (4) Najis yang dapat dimaafkan. Najis yang dapat dimaafkan antara lain: Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk, kutu busuk dan sebagainya., Najis yang sedikit sekali. Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum sembuh., Debu yang tercampur najis dan lain-lain yang sukar dihindarkan.
a. Syarat-syarat Wudhu' Wudhu dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Islam. 2) Tidak berhadats besar. 3) Dengan air suci dan menyucikan. 4) Tidak ada yang menghalangi air sampai ke anggota wudhu' seperti getah, cat dan sebagainya. Apabila seseorang terkena sesuatu yang dapat menghalanginya untuk terkena air, maka hendaknya sesuatu yang menghalangi tadi dibuang terlebih dahulu. b. Fardhu Wudhu' Wudhu tidak akan sah, apabila dalam berwudhu tidak sesuai ketentuan rukun wudhu. Berikut ini rukun wudhu atau fardu wudhu: 1) Niat, yaitu berniat menghilangkan hadats atau menyengaja berwudhu Sabda Rasulullah saw: إنّماالاعمال بالنّيات [رواه البخارى ومسلم] “Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat” (HR. Buchori & Muslim) 2) Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut sampai bawah dagu dan dari telinga kanan hingga telinga kiri); 3) Membasuh kedua tangan sampai siku; 4) Mengusap sebagian rambut kepala dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat tentang ukuran mengusap kepala.Imam hanafi (Abu Hanifah) dan asy-Syafi’i sepakat sahnya mengusap sebagian kepala, meskipun seberapa ukurannya mereka berbeda, sedangkan imam malikidan imam ahmad bin hanbal berpendapat bahwa sahnya mengusap selurah kepala. Argumen pendapat pertama, bahwa huruf ba’ di dalam firman Allah وَامْسَحُوا بِرُؤوسِكم "Dan usaplah kepala kalian" ( QS. ) Huruf ba’ itu dianggap berfungsi untuk menunjukkan sebagian (lit-Tab’idl). Selain itu juga ada hadis dari nabi SAW · عَنِ الْمُغِيْرَةبْنِ شُعْبَةَ رَضيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسلَّمْ كَانَ يَمْسَحُ عَلىَ خُفَّيْنِ وعَلى ناصِيَةِ وعَلىَ عِمَامِتِهِ Diriwayatkan dari mughirroh RA bahwa Rosulullah SAW mengusap dua sepatunya, ubun-ubunnya, dan sebagian atas surbannya" Adapun Imam Ahmad beralasan dengan praktek yang ditunjukkan oleh Rasulullah dan para shahabat, bahwa mereka mengusap seluruh kepala. Haditsnya adalah: اَنَّ النَّبِيَ صلى الله عليه وسلم مسخ رَاسَهُ بِيَدِهِ فَاَقْبَلَ بِهِمَا وَاَدْبَرَ بَذَ اءَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا اِلىَ فَقَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا اِلىَ المَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ "Bahwasannya Rasulullah menyapu kepalanya dengan kedua belah tangannya, maka ditariknya dari sebuah mulsa, kemudian kesebelah belakang, dimulainya dari bagian depan kepala lalu tangan itu disapukannya sampai dengan kuduknya, kemudian dikembalikannya tempat semula. 5) Membasuh kedua telapak kaki sampai kedua mata kaki; 6) Tertib |
c. Yang Membatalkan Wudhu'
Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu adalah sebagai berikut:
1) Keluar sesuatu dari qubul dan dubur misalnya buang air kecil, buang air besar atau keluar angin dan sebagainya;
2) Hilang akal karena mabuk, gila, pingsan dan tidur nyenyak;
3) Bersentuhan kulit laki-laki dan kulit perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup (muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikahi);seperti dalam kitab al-muwatta'
· عَنْ عَبْدِ اللهِ ابنِ عُمَرَ اَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ قُبْلَةُ الرَّجُوْلِ امْرَءَتَهُ وَجَسُّهَا بِيَدِهِ مِنَ المُلاَ مَسَةِ فَمَنْ قَبَّلَ المْرَءَتَهُ اَوْحبَسَّهَا بِِيَدِهِ فَعَلَيْهِ الوُضُؤُ
Dari abdullah ibnu umar RA berkata"kecupan seorang suami kepada istrinya dan menyentuh dengan tangannya termasuk mulamasah. Maka siapa saja yang mengecup istrinya atau menyentuhnya, maka ia wajib melakukan wudhu.
4) Menyentuh kemaluan (qubul dan dubur) dengan telapak tangan atau jari-jarinya yang tidak memakai tutup (walaupun kemaluannya sendiri).
5) tidur nyenyak.
d. Hal-Hal yang disunnatkan Pada Waktu Berwudhu
Yang termasuk sunnah-sunnah wudhu adalah :
1) Membaca ‘bismillah’ memulai suatu pekerjaan yang baik dan penting baik ibadah atau yang lainnya disunnahkan membaca bismillah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
ﻜﻞﱡ امْرٍ ذِي بَالٍ ﻻ ﻴُبدَأ ُﻓيه ِﺒسمِ اِﷲ ﻓهوَ اَقَطﻊُ {رواه ابوداود}
“Tiap-tiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan bismillah, maka pekerjaan itu terputus (kurang berkah)” (Hr. Abu Dawud).
2) Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan tangan.
3) Berkumur-kumur.
4) Memasukkan air kedalam lubang hidung.
اانّ النبي ص.م قال: إذا توَضّأ أحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ في اَنفِهِ مَاءً ثمّ ليَسْتَنْشِرْ
{رواه الشيخان و ابوداود}
Artinya:” bahwa Nabi saw telah bersabda:”Bila salah seorang diantaramu berwudhu, hendaklah dimasukkanya air kedalam hidungnya kemudian dikeluarkannya.” (HR. Buchori dan Muslim serta Abu Daud)
5) Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
6) Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
7) Jangan bercakap-cakap sewaktu berwudhu.
8) bersiwak
9) mambaca dua kalimah syahadah dan berdoa.
3. MANDI
Menurut aturan Syari’at Islamiyah, mandi junub itu dinamakan mandi wajib dengan mengalirkan air ke seluruh bagian tubuh. Mandi junub ini adalah termasuk dari salah satu syarat sahnya shalat. Sehingga apabila dalam mengerjakannya tidak dengan cara yang benar maka mandi junub tersebut tidak dianggap sah dan kita masih belum lepas dari hadats besar. Akibatnya shalat kita dianggap tidak sah.
Firman allah SWT
وان كنتم جنباً فاطّهّروا {المائد ة }
" Dan jika kamu junub, maka mandilah” (al-Maidah: 6)
Sedangkan mandi junub yang benar itu ialah mandi junub yang dilakukan dengan mengamalkan car-cara mandi junub yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
a. Penyebab wajib mandi junub
Seseorang diwajibkan untuk mandi junub apabila ia melakukan atau terkena hal-hal berikut ini :
1) Keluarnya mani, apakah karena syahwat atau karena sebab yang lainnya baik disengaja maupun tidak.
2) Berhubungan seks, baik keluar mani atau tidak keluar mani.
3) Berhentinya haid dan nifas
4) Mati dalam keadaan Muslim. Maka yang hidup wajib memandikannya.
b. Hal-hal yang disunnatkan ketika mandi junub
Menurut Sulaiman Rasyid (2004) ketika akan menunaikan mandi jinabat, disunnatkan melakukan hal berikut:
1) membaca basmalah pada permulaan mandi
2) berwudlu sebelum mandi
3) menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan
4) mendahulukan yang kanan daripada yang kiri
5) berturut-turut
4. TAYAMMUM
Secara bahasa, tayammum diambil dari kata تيمّم (tayammama) bermakna قصد (qashada) yang artinya menuju, memaksudkan, menyengaja. Sedangkan secara syara' adalah mempergunakan sho'id (sesuatu di permukaan bumi) dan mengusapkan ke wajah dan kedua telapak tangan dengan niat untuk sholat.Tayammum adalah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat
- Hal-hal Yang Membolehkan Tayammum
Tayammum tidak digunakan dalam setiap waktu, namun hanya dalam keadaan tertentu sebagai berikut :
1) uzur karena sakit. Apabila ia memakai air maka akan bertambah sakitnya atau lambat sembuhnya
2) dalam perjalanan. Ketika berada di dalam bus, kereta atau pesawat terbang yang tidak memungkinkan untuk berhenti istirahat, maka diperbolehkan menggunakan tayammum sebagai penganti wudlu
3) karena tidak ada air
- Syarat Tayammum
1) sudah masuk waktu shalat.
2) Sudah diusahakan mencari air tetapi tidak dapat sedangkan waktu shalat sudah masuk
3) Dengan tanah yang suci dan berdebu.
4) Bersih dari najis
c. Rukun Tayamum
1) Niat.
2) Mengusap muka dengan tanah
3) Mengusap kedua tangan sampai siku
4) Menertibkan rukun-rukun
d. Tata Cara Tayammum
Tata cara tayammum secara gamblang dijelaskan dalam hadits Ammar sebagai berikut:
أجنبت فلم أصب الماء فتممكت في الصعيدو صليت فذكرت ذلك للنبي ص.م فقال: إنماكان يكفيك هكذا و ضرب النبي ص.م بكفيه الارض وتنفخ فيهما ثم مسح بهما وجهه و كفيه {رواه البخارىو مسلم}
Artinya:” aku junub dan tidak mendapatkan air, maka aku bergelimang dengan tanah lalu sholat, kemudian aku ceritakan hal itu kepada Nabi saw, maka sabdanya :” cukup bila Anda lakukan seperti ini : dipukulkannya kedua telapak tangannya ke tanah, lalu dihembuskannya dan kemudian disapukannya ke muka dan ke kedua telapak tangannya.” (HR. Buchori dan Muslim)
Dari hadits diatas, dapat diketahui bahwa tatacara bertayammum adalah sebagai berikut:
1) Membaca niat.
2) Mengambil debu, lalu ditiup.
3) Basuh muka dari bagian bawah ke bagian atas
4) Ambil debu, lalu tiup
5) Basuh tangan kanan sampai siku, dilanjutkan dengan tangan kiri tanpa putus
6) Tertib
d. Hal-hal yang membatalkan tayammum
Pada hakekatnya tayammum adalah pengganti wudlu dan mandi. Oleh karena itu hal-hal yang membatalkan tayammum adalah sebagai berikut:
1) semua hal yang membatalkan wudlu juga membatalkan tayammum
2) ada air.
عن ابي ذر: قال رسول الله ص.م : الترا ب كا فيك ولو لم تجدِالماءَ عشر سنين فإذا وَجَدْتَ المَاءَ فامسه جلدك {رواه الترميذى}
Dari Abu Zar, Rasulullah saw bersabda “ tanah itu cukup bagimu untuk bersuci walau engkau tidak mendapatkan air sampai sepuluh tahun. Tetapi bila engkau mendapat air, hendaklah engkau sentuhkan air itu ke kulitmu (HR. Tirmidzi)
3) Murtad atau keluar dari agama Islam
C. PENUTUP
Bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan dan hukum ditetapkan oleh syara dengan maksud antara lain agar manusia menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin
Kesucian dan kebersihan lahir dan batin merupakan pangkal keindahan dan kesehatan. Oleh karena itu hubungan kesucian dan kebersihan dengan keindahan dan kesehatan erat sekali. Pokok dari ajaran islam tentang pengaturan hidup bersih, suci dan sehat bertujuan agar setiap muslim dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai khalifah di muka bumi.
Kebersihan dan kesucian lahir dan batin merupakan hal yang utama dan terpuji dalam ajaran Islam, karena dengan kesucian an kebersihan dapat meningkatkan derajat harkat dan martabat manusia di hadirat Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Abdushhomad Muhyidin.2004. Fiqih Tradisionalis,Bandung: Pustaka Bayan.
Alwi Basori. 1995. Hukum Islam. Malang: Cv Rahmatika.
Ghazali Imam. Ringkasan Ikhya Ulumuddin. Jakarta: Pustaka Imani.
Rifai'i Muhammad. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: Cv Toha Putra.
Maftuh Ahnan, dkk, t.t, Risalah Fiqih Wanita Pedoman Ibadah Kaum Wanita Muslimah dengan Berbagai Permasalahannya, Surabaya: Terbit Terang
Muzadi, Muchith, Abdul, 2005. Fikih Perempuan Praktis, Surabaya: Khalista
Rasyid, Sulaiman. 2004. Fiqh Islam, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo
Sabiq, Sayyid, 1982. Fikih Sunnah. Bandung: PT.Alma'arif
0 komentar:
Posting Komentar