A. Konsep Pendidik Dalam Islam
Istilah pendidik dewasa ini menjadi fokus dari berbagai kalangan dalam dunia pendidikan, karena pendidik menggunakan isitilah yang sangat luas dan konfrehensif, sehingga lebih mengeneralisasikan makna pendidik dalam konteks luas. Tulisan ini mencoba mengungkapkan pengertian pendidik dalam konteks pendidikan Islam, bahkan kadangkala pendidik dilihat dalam bentuk defenisi guru, karena beberapa literatur memakai kata guru, yang maknanya tidak jauh berbeda dengan pendidik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 377), guru adalah manusia yang tugasnya (profesionalnya) mengajar. Sedangkan menurut St. Vembrianto, dkk., (1994 : 21) dalam buku Kamus Pendidikan yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional di sekolah dengan tugas utama mengajar. Sementara pada sisi lain, guru diidentikkan dengan istilah pendidik, karena makna pendidik adalah usaha untuk membimbing, mengarahkan, mentransfer ilmu dapat dilakukan secara umum. Namun istilah guru biasa dipakai untuk pendidik pada lembaga formal, seperti sekolah, madrasah, dan dosen dalam dunia perguruan tinggi.
Istilah pendidik ini dapat dilihat dari pendapat Fadhil al-Djamali yang dikutip oleh Ramayulis (2002: 85-86) bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia. Lebih jauh Ramayulis melihat konsep pendidik pada tataran pendidikan Islam, bahwa pendidik dalam konteks ini adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggungjawab atas pendidikan dirinya dan orang lain.
Menurut kajian pendidikan Islam, pendidik dalam bahasa Arabnya disebut dengan ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib dengan makna yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.
Makna dari kata-kata Ustadz, bisa digunakan untuk memanggil seseorang profesor, di mana maknanya bahwa seseorang pendidik (guru) dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugas. Mu’allim, berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap sesuatu, di mana dalam setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah. Murabbiy, berasal dari kata dasar rabb, Tuhan adalah sebagai rabb al-‘alamin dan rabb al-nas, yakni yang menciptakan, mengatur dan memelihara alam seisinya termasuk manusia. Mursyid, biasa digunakan untuk pendidik (guru) dalam thariqah (tasawuf), di mana pendidik harus berusaha menularkan penghayatan akhlak dan kepribadiannya kepada peserta didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya, maupun dedikasinya yang serba lillahi ta’ala. Mudarrid, berasal dari akar kata darasa – yadrusu – darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih dan mempelajari. Mu’addib, berasal dari kata adab yang berarti moral, etika dan adab atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin. M. Al-Naquib al-Attas, 1980)
Sedangkan secara istilah pendidik adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (Ahmad Tafsir, 2002: 41).
Secara umum menurut Ahmad D. Marimba pendidik diartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggungjawa tentang pendidikan si terdidik (peserta didik) (Ahmad D. Marimba, 1980: 37).
Samsul Nizar (2002: 42) mendefenisikan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggungjawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaan (baik sebagai khalifah fi al-ardh maupun abd) sesuai dengan. nilai-nilai ajaran Islam. Dalam konteks ini menurut Samsul Nizar, pendidik bukan hanya sebatas bertugas di sekolah (madrasah) tetapi orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak, mulai dari alam rahim (kandungan ibu) sampai meninggal dunia.
Hery Noer Aly (1999: 83) mendefenisikan pendidik dalam pendidikan Islam ialah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung atas pendidikan dirinya dan orang lain. Yang menyerahkan tanggungjawab dan amanat pendidikan ialah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang menerima tanggungjawab dan amanar ialah setiap orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena tanggungjawabnya atas pendidikan.
‘Abdul Hamid al-Hasyimi (2001: 133) mendefinisikan pendidik dengan orang yang secara sengaja mengasuh individu atau beberapa individu lainnya agar di bawah pengasuhnya, individu-individu tersebut dapat tumbuh dan berhasil dalam menjalani kehidupan.
Dalam konteks psikologi, pendidik (guru) menurut Wasty Soemanto (1998: 237) adalah makhluk biasa. Pandangan pakar psikologi bahwa pendidik sejati bukanlah makhluk yang berbeda-beda dengan peserta didiknya, ia bukan makhluk serba cermat dan pintar, sehingga pendapat pendidiklah yang serba benar, dan menganggap peserta didik dibawanya secara keseluruhan.
Secara konstitusional, pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bawah pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan sedangkan dalam pasal 39 ayat 2 UU yang sama dijelaskan pula bahwa guru juga disebut dengan istilah pendidik, dengan makna bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Berdasarkan pengertian di atas, penulis berkesimpulan bahwa pendidik adalah tenaga pengajar atau manusia yang memiliki profesionalisme dengan tugas utamanya mengajar. Untuk keseragaman istilah, selanjutnya dalam penelitian ini penulis lebih banyak memakai istilah pendidik dengan tulisan — pendidik (guru) atau guru (pendidik) —, karena pada beberapa literatur masih banyak memakai istilah guru.
B. karakteristik yang harus dimiliki seorang pendidik dalam pendidikan islam
Guru dituntut memiliki kualitas ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek didik. Kualitas seorang guru itu dapat dilihat dari moralitas, bijaksana, sabar dan menguasai bahan pelajaran ketika beradaptasi dengan subjek didik. sejumlah faktor itu membuat dirinya mampu menghadapi masalah-masalah sulit,tidak mudah frustasi depresi. Mahdi Ghulsyani dalam karyanya"Filsafat sains Menurut alqur'an'', mengatakan bahwa pendidik merupakan kelompok manusia yang memiliki fakultas penalaran, ketaqwaan dan pengetahuan. Disamping itu, mahdi Ghulsyanijuga menyebutkan karakteristik pendidik antara lain adalah memiliki moral, mendengarkan kebenaran, mampu menjauhi kepalsuan ilusi,menyambah Tuhan,bijaksana, menyadari dan mengambil pengalaman-pengalaman.
Pendidik harus memiliki tenaga terdidik atau terlatih denagan kebiasaan-kebiasaan baik, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan subjek didik.
Al-qur'an sebagai landasan paradigma pemikiran pendidikan islam, telah banyak menggunakan analisis kependidikan yang memerlukan perenugan mendalam, terutama bagi praktisi pendidikan. Pemkiran pendidkan yang berlandaskan kepada wahyu Tuhan menuntut terwujudnya suatu sistem pendidikan yang komperhensif, meliputi ketiga pendekatan dalam istilah ilmu pendidikan yaitu: kognitif, afektif, psikomotorik.. Ketiga pendekatan ini nanti akan melahirkan pribadi-pribadi pendidik yang akan berperan dalam menginternalisasikan nilai-nilai islam dan mampu mengembangkan peserta didik kearah pengalaman nilai-nilai islam secara dinamis dan fleksibel dalam batas-batas konfigurasi realitas wahyu Tuhan.
C. syarat-syarat sebagai seorang pendidik
Seseorang yang menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan mempunyai kriteria yang diinginkan oleh dunia pendidikan. tidak semua orang bisa menjadi pendidik kalau yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan bukti dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryanti Sidarto, dan dwi siswoyo(1995) syarat seorang pendidik adalah:
1. mempunyai perasaan terpanggil sebagai tugas suci
2. mengasihi dan mengasihsayangi peserta didik
3. mempunyai rasa tanggung jawab yang didiasari penuh akan tugasnya.
Pendapat lain dari Noeng Muhadjir(1997) menjelaskan bahwa persyaratan seorang bisa mnejadi pendidik apabila seseorang tersebut :
1. memiliki pengetahuan yang lebih .
2. mengimplisitkan nilai dalam pengetahuan itu.
3. bersedia menularkan pengetahuan beserta nilainya kepada orang lain.
Kedua pendapat tersebut merupakan persyaratan pendidik pada umumnya yang berlaku bagi lingkungan pendidikan formal, nonformal, dan informal.
0 komentar:
Posting Komentar