Recent Posts

q

Minggu, 05 Juni 2011

Kurikulum pendidikan islam


Kurikulum adalah suatu progam pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu (Zakiah Darajat, 1996: 122). Lebih tegas S. Nasution(1991:9)  mengatakan,  bahwa: kurikulum bukan sekedar memuat sejumlah mata pelajaran, akan tetapi termasuk pula didalamnya segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik usaha tersebut dilakukan dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah.
Asas-Asas Kurikulum Pendidikan Islam menurut S. Nasution asas-asas kuriulum pendidikan Islam meliputi: asas filosofis , sosiologis, organisatoris dan psikologis(S. Nasution, 1991 :12).
Asas filosofis membawa rumusan kurikulum pendidikan Islam pada tiga dimensi, yaitu ontology, epistimologi dan axiology. Adanya asas sosiologis berperan untuk memberikan dasar dalam menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan asas organisatoris berfungsi memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disajikan, disusun dan penentuan luas dan urutan mata pelajaran. Selanjutnya aspek  psikologis tentang perkembangan anak didik dalam berabgai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dikuasai oleh anak didik sesuai dengan tahap perkembangannya( S. Nasution: 11-14).
Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam menurut Al-Syaibani antara lain:
1.      Menonjolkan tujuan agama dan akhlak al-karimah, baik dalm tujuan pengajaran, materi dan gerak pelaksanaannya.
2.      Kandungan materi pendidikan, mencakup aspek jasmaniah, intlektual, psikologi maupun spiritual.
3.      Adanya keseimbangan antara ilmu syariat dan ilmu aqidah.
4.      Tidak melupakan bakat, maupun aspirasi seni, tetapi juga tidak merusak perkembangan akhlak al-karimah.
5.      Mempertimbangkan perkembangan dan kondisi psikologi pesrta didik.
Adapun prinsip-prinsip kurikulum dalam pendidikan Islam, menghendaki keterkaitannya dengan sumber pokok agama yaitu al Qur’an dan Al hadits dimanapun dan kapanpun lembaga pendidikan itu ada (Muhammad Arifin, 1994: 96). Sehubungan dengan itu  al-Syaibani  menyebutkan ada tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam yang harus diperhatikan:
1.    Prinsip perbuatan yang sempurna dengan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya.
2.    Prinsip menyeluruhpad tujuan dan kandungankurikulum, yakni mencapkup tujuan pembinaan akhlak, akal, jasmani, dll.
3.    Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum.
4.    Prinsip yang berkaitan antar bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar.
5.    Prinsip pemeliharaan individu-individual di antara pelajar baik dari segi minat maupun bakatnya.
6.    Prinsip menrima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangn zaman dan tempat.
7.    Prinsip keterkaitan antara berbagi mata pelajran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum (al-syaibani: 1979: 519-525)
Ibnu Khaldun membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan dua tingkatan sebagai berikut:
1.         Tingkat pemula (manhaj ibtida’i)
Materi kurikulum pemula difokuskan pada pembelajarn Al-Qur’an dan Assunnah.
2.         Tingkat atas (manhaj ‘aliy)
Kurikulum tingkat ini mempunyai dua klasifikasi, yaitu :
a.    Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan dzatnya sendiri. Seperti ilmu Syariah yang mencakup fikih, tafsir, hadist
b.    Ilmu-ilmu yang ditunjukkan untuk ilmu yang lain, dan bukan berkaitan dngan zatnya sendiri. Misalnya, ilmu bahasa, matematika, mantiq (Abdu al-Rahman bin Khaldun, 1992:622).

Dan al-ghazali membagi isi kurikulum dengan mempertimbangkan jenis dan kebutuhan ilmu-ilmu itu sendiri dengan empat kelompok:
1.    Ilmu-ilmu al-qur’an dan ilmu-ilmu agama. Misalnya: ilu fiqih, Tafsir, hadits dan sebagainya,
2.    Ilmu-ilmu bahasa sebagai lat untuk mempelajari ilmu-ilmu al-Qur’an dan ilmu agama.
3.    Ilmu-ilmu yang fardu kifayah, seperti ilmu-ilmu kedokteran, matematika, industri, pertanian, dan teknologi
4.    Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat( Fatiyah Hasan Sulaiman, 1964: 134-136).
Selanjutnya al-Ghazali membagi isi kurikulum menurut fungsinya:
1.    Ilmu terpuji yaitu ilmu-ilmu agama yang dapat menyucikan jiwa dan menghindarkan hal-hal yang buruk, ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan.
2.    Ilmu tercela, yaitu ilmu yang tidak berguna untuk masalah dunia dan akhirat serta mendapat kerusakan, misalnya ilmu sihir
3.    Ilmu-ilmu dalam batas tertentu dan tidak boleh dipelajari secara mendalam, karena kan mendatangkan ilhad (ateis), separti ilmu filsafat, teologi, politik dan rekayasa.
Adapun pengelompokan menurut sumbernya, al-ghazali membagi dalam dua hal:
1.    Ilmu Syriah, yaitu ilmu-ilmu yang didapat dari wahtu Ilahi dan sabda Nabi.
2.    Ilmu Aqliyah,  yaitu ilmu yang bersumber dari akal pikir setelah mengadakan eksperimen dan akulturasi (Mursyid Ahamad, 1974: 136)


A.      ANALISA
Pengertian kurikulum
Dari beberapa pengertian diatas dapat dianalisa oleh penulis bahwa Kurikulum adalah sesuatu yang dapat direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-cita tentang manusia yang akan dibentuk. Kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik sesuai denagn tujuan yang ingin dicapai. Murray print (1993) memandang bahwa sebuah kurikulum meliputi perencanaan pengalaman belajar, progam sebuah lembaga pendidikan yang diwujudkan dalm sebuah dokumen serat hasil dari implemetasi dokumen yang telah disusun.
Kurikulum sebagai suatu rencana tampaknya juga sejalan dengan rumusan kurikulum menurut Undang-Undang pendidikan kita yang dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Menurut Undang-Undang No 20 tahun 2003 (Wina sanjaya:2008) tentang sistem pendidikan nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran sera cara yang digunakan sebagi pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang dimaksud isi bahan pelajaran itu sendiri adalah susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Asas-Asas Kurikulum
Dari asas -asas yang disebutkan S. Nasution bahwasanya  asas-asas kurikulum pendidikan Islam meliputi: asas filosofis, sosiologis, organisatoris dan psikologis dapat dipaparkan lebih lanjut.(S.Nasution 2001:11-15) maka dapat dipaparkan bahwa:
Asas filosofis yang membawa rumusan kurikulum pendidikan Islam pada tiga dimensi, yaitu ontology, epistimologi dan axiology. Ketiga dimensi tersebut merupakan kerangka dalam perumusan kurikulum pendidikan Islam. Dari berbagai aliran filsafat pada dasarnya menjadikan khazanah pemikiran intlektual di bidang kurikulum pendidikan Islam. Sejalan dengan itu al-Syaibani mengatakan: bahwa, Filsafat pendidikan Islam tidak tergolong filsafat maupun buatan manusia bhakan, ia mempunyai watak yang berdiri sendiri dan cirikhas yang memperoleh wujudnya dari wahyuTuhan yang Maha Esa, namun kebebbasan dan kelainan darifilsafat buatan manusia tidak bertentangan dengan adanya persamaan diantara keduanya (al-Syaibani, 1979:525)
Sekolah bertujuan mendidik anak  agar menjadi manusia yang “baik”. Apakah yang dimaksud dengan “baik” pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai cita-cita atau filsafat yang dianut Negara, tapi juga guru, orang tua, masyarakat bahkan dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbadaan dalam tujuan pendidikan, juga bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga cara ngajar dan penilaiannya. Kurikulum pasti mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara terutama dalam menentukan  manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.
Dalam jurnal disebut aspek  psikologis yaitu tentang perkembangan anak didik dalam berabagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dikuasai oleh anak didik sesuai dengan tahap perkembangannya. Tetapi dalam buku Wina Sanjaya disebutkan asas psikologi karna aspek dan asas itu berbeda penempatannya. Psikologi sebagai asas dalam kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harpan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis anak didik memiliki keunikan dan perbadaan-perbadaan, baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memperhatiakan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak. Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Keslahan persepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahn praktik pendidikan.
Pentingnya pemahaman tentang masa-masa perkembangan ini disebabkan beberapa alasan. Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Kedua anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan priode yang sangat menentukan untuk  keberhasilan dan kesuksesan mereka. Ketiga pemahaman akan perkemabnagn anak, akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memcahkan berbagai masalah yang dihadapi, maupun dalam mengantisipasi kejadian-keadian yang tidak dihapkan.
Meninjau Asas Sosiologi maka Tiap anak akan berbeda latar belakang dan kebudayaannya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam  kurikulum. Juga perubahan masyarakat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pertimbangan dalam kurikulum. Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam perkembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu asas. Dalam hal inipun harus kita jaga, agar asas ini tidak terlalu mendominasi sehingga timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau “society-centered curriculum”.
Asas Organisatoris adalah Asas yang berkenan dengan masalah, dalam bentuk ynag bagaiman bahan pelajaran kan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan anatara pelajaran yang diberikan. Ataukah diusahakan hubungn yang lebih mendalam dengan menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu jiwa asosiasi yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagian-bagiannya cenderungmemilih kurikulum yang subject-centred, atau yang berpusat pada mata pelajaran, yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu bermakna dan lebih relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikoogi ini lebih cenderung memilih kerikulum terpadu atau integrated kurikulum.
Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam  yang disebutkan oleh Al-Syaibani sangatlah berbeda dengan ciri-ciri kurikulum Pendidikan umum. Kurikulum Islam mewujudkan keperibadian berpadu dan menyediakan individu dalam setiap aspek kehidupan, Menanamkan kepercayaan, pemulihan akhlak dan membangunkan jiwa rohani, Memerlukan suasana rohani antara guru dan murid bagi menanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan , Menekankan kepentingan rancangan latihan guru yang baik, Membina kemahiran menilai, Mewujudkan jati diri asas kebahagian abadi adalah dari Allah SWT, penyatuan semua umat peraturan dan harapan, Membantu individu memperolehi sifat ulama yang terpelajar, Menekankan nilai dan keikhlasan manusia bekerja kerana Allah dan manusia, Membentuk manusia mempercayai Allah, berlaku adil dan bersimpati terhadap insan sejenis dengannya, Mengukur kepercayaan, akhlak dan pengetahuan manusia dalam mencari ketulusan dan dedikasi terhadap kerjanya, Kurikulum itu menerima perkaedahan yang disebut di dalam Al Qura’an.
Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Adapun prinsip-prinsip kurikulum dalam pendidikan Islam, yang berkaitan dengan sumber pokok agama yaitu al Qur’an dan Al hadits dimanapun dan kapanpun lembaga pendidikan itu ada. Prinsip yang ditetapkan Allah dan diperintahkan Rasulullah berikut ini dapat dijadikan pegangan dasar dalam kurikulum tersebut. (Muhammad Arifin, 1994: 96)
1.    Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(QS.al-Qishosh ayat 77)
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (77)
2.    Sabda Rasulullah SAW:“ Barang siapa yang menginginkan dunia(kebahagiaan hidup di dunia), maka hendaklah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa menghendaki akhirat(kebahagiaan akhirat), hendaklah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa menghendaki keduanya, maka hendaklahia menguasai ilmu keduanya. (Muhammad Arifin, 1994: 96)
Selain prinsip-prinsip kurikulum yang disebutkan al-Syaibani, menurut Klipatrik, bahwa suatu kurikulum yang baik perlu didasarkan atas tiga prinsip sebagai berikut:
1.    Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang sekolah.
2.    Menjadikan kehidupan aktual anak kearah perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan menyeluruh.
3.    Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai suatu ui coba atas keberhasilan sekolah, sehingga anak didik mampu berkembang dan memikirkan hal-hal baru yang baik untuk diamalkan melalui perkembangn yang matang. (William H Kilpatrik)
Content (Isi) Kurikulum Pendidikan Islam
Dari isi kurikulum yang telah dikemukakan oleh para ahi diatas, tampaknya mencerminkan adanya dikotomi keilmuan dan masih membeda-bedakan ilmu dari Allah dan ilmu produk dari manusia. Padahal dalam epistimologi Islam dinyatakan bahwa semua ilmu itu merupakan produk Allah semata, sedang manusia menginterpretasiakn saja. Sehingga dapat disebutkan bahwa kurikulum pendidikan Islam dengan tiga orientasi. Yang ketiganya disajikan dengan pendekatan terpadu yaitu:
1.    Isi kurikulum yang berorientasi pada ketuhanan. Rumusan kurikulum yang berkaitan denagan ketuhanan, mengenai zat, sifat dan perbuatanNya dan relasinya terhadap manusia dan alam semesta. Bagian ini meliputi ilmu kalam, ilmu metafisika, ilmu fiqih, ilmu akhlak, ilmu-ilmu tentang alQur’an dan as sunnah(tafsir, musthalaah hadist, linguistik, usul fiqih dan lain sebagainya).
2.    Isi kurikulum yang berorientasi pada kemanusiaan. Rumusan ini, kurikulum yang berkaitan dengan hal ihwal manusia., baik manusia sebagai mahluk individu , mahluk sosial, mahluk berbudaya dan mahluk berakal. Bagian ini meliputi ilmu politik , ekonomi, kebudayaan, sosiologi, antropologi, sejarah linguistik, ilmu seni, ilmu arsitek, biologi, kedokteran, perdagangan, komunikasi, administrasi, matematiak, olahraga, dan sebagainya.
3.    Isi kurikulum yang berdasarkan kealaman. Rumusan ini yang kurikulum bekaitan denag fenomena alam semesta, sebagai yang diamantkan Allah SWT untuk kepentingan manusia. Bagian ini meliputi ilmu fisika, kimia, farmasi, pertanian, kehutanan, perikanan, astronomi, ruang angkasa, geologi, geofisika, dan sebagainya.
Ketiga isi kurikulum tersebut, disajikan dengan terpadu tanpa adanya pemisahan.  Misalnya, jika membicarakan Tuhan da sifat-sifatNya, akan berkaitan pula dengan relasi Tuhan dengan manusia dan alam semesta (Abu Ahmadi, 1986:71-73)
Berdasarkan ketiga orientasi kurikulum diatas, maka sistem pengajaran kurikulum pendidkan Islam dapat diformulasikan sebagai berikut:
1.    Jenjang pendidikan dasar, didasrkan atas pendekatan psikologi-religi. Pendekatan ini sejalan denagn filosof muslim seperti Al Ghazali dan ibn Khaldun misalnya: mereka sepakat bahwa penidikan tingkat dasr diprioritaskan kepada penghafalan al Qur’an, sebab alQur’an merupakan asal agama , sumber berbagai ilmu pengetahuan dan asas pelaksanaan pendidikan Islam. Disamping itu isi al Qur’an mencakup materi penanaman  aqidah dalam jiwa anak didik serta akhlak mulia dan pembinaan menuju hal-hal yang positif.
2.    Jenjang pendidikan menengah didasrkan atas pendekatan psikologi-scientifis.
3.    Sedang jenjang pendidikan didasarkan atas pendekatan religi, scientific dan filosofis (Muhaimin dan abd mujib, 219)
Nampaknya jenis kurikulum terpadu ini sesuai dengan konsep pendidikan Islam. Hal ini karena semua kegiatan kurikulum mengintregasiakn semua masalah kehidupan tanpa terkecuali. Sehingga kurikulum ini dapat menghasilkan manusia yang universaldan manusia yang utuh. Untuk merealisasikan kurikulum terpadu ini, dapat dialkukan empat metode pendekatan, yaitu:
1.    Memasukkan mata pelajran keIslaman sebagai bagian intregal dari sitem kurikulum yang ada. Misalnya, memasukkan materi-materi bidang studi Islam secara wajib mulai tigkat dasr sampai keperguruan tinggi.
2.    Menawarkanmata pelajaran pilihan dalam studi keIslaman yang diwajibkan pada tingkat pemula. Pada tingkata berikutnya diharuskan memilih studi-studi Islam yang bebas.
3.    Mengarahkan terjadinya intrgasi antara ilmu-ilmu umum, atau paling tidak untuk menjembatani jurang pemisah antara keduanya. Misalnya: diajarkan mata pelajaran ilmu sosial Islam, filsafat matematika Islam dan sebaginya. Tujuan utma progam ini adalah untuk memberikan semacam keterangan keagamaan kepada mata pelajaran tersebut. Dan kemudian mengintregasikan ke dalam hirarki ilmu keIslaman.
4.    Terlebih dahulu mengintegrasikan semua disiplin ilmu didalam kerangka kurikulum pendidikan Islam. Stelah menmpuh mata pelajaran dasar yang telah diintegrasikan didalam kurikulum yang sudah dipadukan antara ilmu-ilmu keIslaman dan ilmu-ilmu umum dalam jenjang berikutnya merek akan memilih spesialisasi yang diminati.(Kuntowijoyo, 1991:352-354)
Apabila keempat metode pendekatan tersebut diatas dilakukan secara terpadu, maka kurikulum pendidikan Islam dapat mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan Islam yang ditata dengan norma-norma Islami.

0 komentar:

Posting Komentar