Belajar Mandiri
Belajar mndiri didefinisikan sebagai usha individu mahasiswa yang otonomi untuk mencapai suatu kompetensi akademis (Kozma, belle, William, 1978), dengan keterampilan tersebut mahasiswa akan mampu mengatasi tantangan baru tanpa tergantung pada pemecahan masalah secara tradisional.
Belajar mandiri tedak sama dengan “pengajaran individu” (individuakized instruction), personalized on instruction, ComputerAsisted Instruktion, Programed Instruction merupakan contoh dari pengajaran individu, namun bukan belajar mandiri. Walaupun demikian, system pengajaran individu merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan eningkatkan proses belajar mandiri siswa (Gagne, 1974).
Belajar mandiri member kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses belajarnya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan-keputusan akademis, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajrnya (Hholstain, 1986). Mahasiswa secara aktif berpartisipasi dalam menentukan apa yang akan dipelajarinya dan bagaimana cara belajarnya. Belajar mandiri bukan merupakan usaha mengisolasi mahasiswa dari pembimbing dosen karena dosen berfugsi sebagai sumber, pemandu, dan pemberi semangat. Belajar mandiri menunjukan bahwa mahasiswa tidak tergantung pada penyeliaan (supervision) dan mengarahkan dosen yang terus menerus, tetapi mahasiswa juga mempunyai kreativitas dan inisiatifsendiri, serta mampu untuk bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperoleh (Knowles, 1975).
Ketidak hadiran dosen, tidak adanya pertemuan tatap muka di kelas, ketidak hadiran sesama teman mahasiswa bukan merupakan ciri utama dari belajar mandiri. Yang menjadi ciri utama belajar mandiri adalah pengembangan dan peningkatan keterampilan dan kemampuan mahasiswa untuk melakukan proses belajar secara mandiri, tidak tergantung tehadap faktor-faktor; dosen, kelas, teman, dan lain-lain. Peran utama dosen dalam belajar mandiri adalah sebagai konsultan dan sebagai fasilitator bukan sebagai otoritas dan satu-satunya sumber ilmu (Knowles, 1975).
Kekuatan dan Kelemahan
Adderly and Ashwin (1976) mengatakan bahwa dalam belajar mandiri, mahasiswa mempunayai tanggung jawab yang besar atas proses belajarnya. Belajar mandiri mengharuskan mahasiswa untuk menyelesaikan sutu tugas atau masalah melalui analisis, sintesis dan evaluasi suatu topik mata kuliah secara mendalam kadang-kadang juga melalui kombinasi antara pengetahuannya dengan pengetahuan yang diperoleh dari mata kuliah lain. Adderly and Ashwin (1976) juga mengatakan bahwa mahasiswa mendapatkan kepuasan belajar melalui tugas-tugas yang diselesaikan. Dalam belajar mandiri mahasiswa mendapatkan pengalaman dan keterampilan dalam hal penelusuran literatur, penelitian, analisis dan pemecahan masalah, jika dalam menyelesaikan tugas-tugasnya mahasiswa berkelompok menjadi semakin bertambah, karena melalui kelompok tesebut mahasiswa akan belajar tentang kerja sama, kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Belajar mandiri sebenarnya dapat digunakan untuk mencapai tujuan akhir dan pendidikan yaitu mahasiswa dapat menjadi guru bagi dirinya sendiri (McKeachie, 1986).
Walaupun secara umum belajar mandiri sangat menguntungkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapannya. Pertama-tama, dosen harus mampu merencanakan kegiatan instruksionalnya dengan baik dan teliti, termasuk beraneka ragam tugas yang dapat dipilih untuk dikerjakan oleh mahasiswa. Perencanaan kegiatan instruksional dan tugas-tugasnya harus dilakukan sebelum perkuliahan dimulai (bukan saat perkuliahan). Kedua, penanaman kegiatan instruksional dan tugas-tugasnya harus dilakukan berdasarkan kemampuan dan karakteristik mahasiswa. Dosen juga perlu memperhatikan bahwa untuk belajar mandiri mahasiswa diharapkan mempunyai keterampilan dalam memanfaatkan sumber belajar yang tersedia (Kozma, Belle, Williams, 1978).
Dosen perlu mempersiapkan mahasiswanya untuk memiliki dan menguasai keterampilan yang diperlukan sebelum meminta mereka untuk belajar mandiri. Misalnya, jika mahasiswa diketahui belum pernah mengadakan penelusuran literatur, maka dosen perlu memberikan bimbingan tentang cara penelusuran literatur sebelum memberi tugas penelusuran literatur. Tugas-tugas hendaknya direncanakan agar tidak terlalu sulit atau mudah, tetapi mampu menantang kretifitas daya pikir mahasiswa untuk belajar. Ketiga, dosen, dalam rangka penerapan belajar mandiri, perlu memperkaya dirinya terus menerus dengan pengetahuan dan keterampilan yang belum dimiliki atau dikuasainya dan juga dengan pengetahuan dan keterampilan yang belum dimiliki atau dikuasainya dan juga dengan pengetahuan dan keterampilan yang baru dalam bidang ilmunya. Tugas-tugas yang direncanakan dosen untuk dikerjakan mahasiswa harus juga dapat dikerjakan oleh dosen. Kondisi ini tidak berarti bahwa dosen hanya memberikan tugas pada mahasiswa berupa hal-hal yang dapat dilakukannya, tanpa memperhitungkan tugas tersebut memadai atau tidak dalam pencapaian tujuan. Jika memang tugas tersebut baik dan memadai dalam pencapaian tujuan intruksional, namun dosen belum menguasai pengetahuan dan keterampilan yang mendukung tugas tersebut, maka dosen perlu bersikap terbuka dan mempelajarinya. Keempat, selain keterampilan dosen dalam penguasaan ilmu dan perencanaan instruksional, belajar mandiri juga menuntut adanya sarana dan sumber belajar yang memadai, seperti perpustakaan, laboraturium, studio dan lain-lain (Block, 1970).
0 komentar:
Posting Komentar