Kemunculan modernisasi pendidikan islam di Indonesia, berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernism Islam dikawasan ini. Gagasan modernisme Islam yang menemukan momentumnya sejak awal abad 20, pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan yang diadopsi dari sistem pendidikan colonial belanda. Pemrakarsa pertama dalam hal ini adalah organisasi-orgaisasi “modernis” Islam seperti Jami’at Khoir, Alirsyad, Muhammadiyah dan lain-lain.
Pada awal perkembangan adaopsi gagasan modernism pendidikan Islam ini setidak-tidaknya terdapat kenderungan pokok dalam eksperimentasi oraganisasi-organisasi Islam diatas pertama adalah adopsi sistem dan lembaga pendidikan modern seara hamper menyeluruh. Titik tolak modernism pendidikan Islam disisni adalah sistem dan kelembagaan modern , bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam yang tradisonal.
Eksperimen ini terlihat jelas dilakukan oleh para pembaharumodernis di Sumatra barat. Pembaharuan pendidikan di Sumatra barat ini juga dibahas seara khusus dan rinci oleh marwan sarijo dalam Bab berjudul” Madrasah dan perguruan di Sumatra Barat”. Salah seorang tokoh paling terkenal dalam pembaharuan pendidikan islam didaerah ini adalah Abdullah dengan madrasah Adabiyah, yang keudian diubah menjadi sekolah Adabiyah(1915). Hanya terdapat sedikit cirri atau unsurdalam kurikulum sekolah(HIS) Adabiyah dengan sekolah Belanda. Selain megadopsi seluruh kurikulum sekolah HIS Belanda, sekolah adabiyah menambahkan pelajaran agama 2 jam sepekan. Implikasi eksperimen ini terhadap perkembangan masyrakat muslim minangkabau secara keseluruhan dibahas pula oleh marwan secara tajam. Yang terjadi bukan hanya kemrosotan sistem kelembagaan pendidikan Islam tetapi juga mandeknya regenerasi dan reproduksi ulama.
Selaras dengan itu muhammadiyah juga mengadopsi sitem dan kelmbagaan pendidikan belanda secar cukup konsisten dan menyeluruh misalnya dengan mendirikan sekolah-sekolah ala Belanda. Seperti MULO,HIS dan lain-lain. Sementara itu sekolah-sekolah Mihammadiyah membedakan diri degan sekolah Belanda dengan memasukkan “Pendidikan agama” kedalam kurikulumnya. Karena itu sekolah-sekolah muhammadiyah tidaklah menjadikan sistem kelmbagaan pendidikan Islam tradisional, apakah surau ataupun pesantren sebagai basisnya. Implikasi dan eksperimen Muhammadiyah dalam bidang pendidikan ini, pada dasarnya sama dengan apa yang terjadi dalam kasus sumtra barat diatas, yakni madeknya regenerasi dan reproduksi ulama’ dikalangan Muhammadiyah.
Pada pihak lain terdapat eksperimentasi yang bertitik tolak justru dari sistem dan kelembagaan Islam itu sendiri. Disini pendidikan Islam yang sebenarnya telah ada sejak waktu lama di era modrnisasi: sistem pendidikan atau Madrasah atau surau, atau pondok dan pesantren yang memang secar tradisional merupakan lembaga pendidikan Islam indigenous dimodernisasi misalnya dengan mengadopsi aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan modern, kusunya dalam kandungan kurikulum, teknik dan metode pengajaran, dan sebagainya.
Eksperimen ini agaknya pertama kali dilakukan pesantren Mambaul’ulum, Surakarta, pada tahun 1906. Sebagaimana pesantren lainnya, pesantren ini ,mempunyai basis pada pendidikan dan pengajaran-pengajaran ilmu tradisional Islam. Juga terdapat pelajaran Mantiq, aljabar dan ilmu falak. Selain itu pesantren Mambaul’ ulum juga memasukkan beberapa mata pelajaran modern pada kurikulumnya seperti membaca ltin dan berhitung.
0 komentar:
Posting Komentar