Recent Posts

q

Sabtu, 06 Agustus 2011

Model Pendidikan Moral Remaja: Sebuah Otokritik

Pola pendidikan moral remaja seringkali lebih pada pemaksaan kehendak yang bersifat harfiah saja tanpa adanya pendekatan-pendekatan yang bersifat persuasive, sehingga lebih condong pada suatu karakter yang bersifat ekslusif tanpa memperhatikan “suatu proses pembelajaran” yang bersifat trans internalisasi diri.
Terkadang antara idealita dan realita proses transformasi budaya kurang diperhatikan dikalangan orang dewasa. Menurut analisa penulis, pergeseran system pola pendidikan adalah bagi model budaya lama, bahwa seorang pendidik (orang dewasa) sebagai pemimpin dan sumber informasi belajar sehingga lebih pada pola Top down orang dewasa lebih aktif dengan memberi vonis tentang tingkah laku remaja tanpa pendekatan pesikis jiwanya, model budaya transisi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengorganisir nilai-nilai secara optimal, lebih condong pada pemaksaan dalam member proses pendewasaannya. Model budaya global orang dewasa (pendidik) sebagai sosok pendamping dan motivator remaja dalam proses pendewasaan sehingga pola kemitraan pendidik (orang dewasa) dengan remaja akan memunculkan inklusifitas yang mengarah pada remaja akan lebih aktif dalam mengembangkan gagasan dan idealism (day dreaming) pada produktifitas yang posirtif.
Disamping itu perlunya otokritik model pendekatan dalam proses pendewasaan remaja yang selama ini terjadi dehumanisasi bagi remaja itu sendiri; pertama aspek metodologi yang digunakan lebih mengarah kepada transformasi ilmu pengetahuan dan belum sampai mengarah pada transinternalisasi nilai-nilai yang diajarkan, kedua terkotak-kotaknya struktur keilmuan yang diajarkan, yaitu masih adanya dikotomi antara ilmi agama dan ilmu umum (profan), sehingga terkadang remaja akan lebih berfikir bersifat teologis, kalau berbuat yang bukan wilayah keagamaan dianggap tidak dosa, dan ini akan memunculkan split tingking (berfikir yang tidak makro), ketiga menipisnya komunikasi batin antara pendidik dengan para remaja, keempat harapan orang tua yang terlalu besar tanpa melihat kemampuan pada remaja yang masih masa transisional tersebut, dan kelima salah dalam mengambil sentral figur.
Faktor lain yang menyebabkan kelemahan pendidikan Islsm adalah adanya kesalahan persepsi, lebih bercorak pada system sekolah (the religion schooling society) dari pada system yang lebih brorientasi pada pembentukan masyarakat yang belajar di lingkungan keluarga dan masyarakat (the religion learning society), akibatnya agama hanya diinternalisasikan oleh anak didik tidak lebih sebagai ilmu pengetahuan, bukan sebagai basisi penghayatan yang dapat menumbuhkan etos dan etika social (Moeslim Abdurrahman: tt:231).

0 komentar:

Posting Komentar