Recent Posts

q

Sabtu, 06 Agustus 2011

Model Evaluasi Program Pendidikan


Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti penilaian. Menurut weis (1984) evaluasi menterjemahkan bukti menjadi pengertian kuantitatif dan membandingkan hasil dengan criteria yang telah ditetapkan, kemudian ditarik kesimpulan mengenai keefektifan, keagungan, keberhasilan dan sebagainya. Sedangkan program adalah sederetan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Arikunto, 1988: 1). Dari definisi program itu dapat diambil kesimpulan bahwa program mengandung cirri: 1) kegiatan belum dilakukan, 2) adanya perencanaan, dan 3) mempunyai tujuan dan keberhasilannya dapat diukur. Evaluasi program adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program. Arikunto (1995) menjelaskan evaluasi program sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan melihat keberhasilan program atau kegiatan yang direncanakan (h. 299). Dengan melakukan evaluasi program, dapat diperoleh umpan balik untuk mengetahui apakah program sudah berlangsung dengan baik.
Setiap program yang dijalankan harus dievaluasi untuk mengetahui efektivitasnya. Kegiatan instruksional merupakan sebuah program dan evaluasi yang ditempuh untuk megetahui prestasi keberhasilan program. Evaluasi atas kegiatan instruksional dikenal sebagai evaluasi program instruksional. Adapun sasaran dari evaluasi ini adalah keseluruhan komponene program pendidikan. Penilaian tidak hanya berorientasi pada hasil tapi juga proses. Evaluasi atas hasil saja menyebabkan siswa selalau menjadi kambing hitam kegagalan pendidikan, sebab proses yang menjadi tanggungjawab guru tidak dinilai. Evaluasi proses juga menjamin bahwa perubahan pada siswa memang akibat proses belajar mengajar yang dirancang dan dilaksanakn oleh guru (Sudjana, 1990; 56).
Terdapat banyak model evaluasi program pendidikan yang masing-masing memiliki asumsi, pembagian komponen dan cara pelaksanaan yang berbeda. Beberapa model yang bamyak digunakan adalah measurement model, congruence model, educational system evaluation model, dan illuminative model (Daryanto, 2001: 72-99). Model-model itu dapat secara singkat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Model pengukuran
Tokoh model pengukuran (measurement model) adalah Edward L Thorndike dan Robert L Ebel. Beberapa siri model ini adalah :
a.       Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan. Thorndike mengatakan: “if anything exists it exists in quantity, and if it exists I quantity it can be measured”.
b.      Evaluasi adalah pengukuran terhadap berbagi aspek tingkah lauku untuk melihat perbedaan individu atau kelompok. Oleh karena tujuannya adalah mengungkapkan perbedaan maka sangat diperhatikan tingkat kessukaran dan daya pembeda maisng-masing butir, serta dikembangkan acuan norma kelompok yang menggambarkan kedudukan siswa dalam kelompok.
c.       Ruang lingkup adalah hasil belajr aspek kognitif.
d.      Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis (paper and pencil test) terytama bentuk objektif.
e.       Meniru model evaluasi dalam ilmu alam yang mengutamakan objektifitas. Oleh karenanya model ini cenderung mengembnagkan alat-alat evaluasi yang buku (standardiezed). Pembakuan dilakukan dengan mencobakan kepada sampel yangcukup besar untuk dilihat validitas dan reliabilitasnya.
2.      Model kesesuaian
Tokoh model kesesuaian (congruaence model) adalah Ralph w tyler, john B Carol dan Lee J Cronbach. Adapun cirri-ciri yang menandai model ini adalah:
a.       Pendidikan adalah proses yang memuat tiga hal yaitu tujuan pendidikan, pengalamanm belajar dan penilaian hasil belajar. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana pendidikan yang diberikan dalam pengalaman belajar telah dapat dicapaisiswa dalam bentuk hasil belajar. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan pendidikan yang diinginkan dengan hasil belajr yang dicapai.
b.      Obyek evaluasi adalah tingkah laku siswa dan penilain dilakukan atas perubahan dalam tingkah laku pada akhir kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan mencerminkan perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan pada anak. Evaluasi dilakukan untuk memeriksa sejauh mana perubahan itu telah terjadi dalam hasil belajr. Oleh karena penilaian dilakukna atas perubahab perilaku sebelum dan sesudah kegiatan pendidikan, maka evaluasi menilai perubahan (gains) yang dicapai kegiatan pendidikan.
c.       Perubahan perilaku hasil belajar terjdi dalma aspek kognitif, efektif dan psikomotorik. Oleh karena hasil belajr bukan hanya aspek kognitif maka alat evaluasi dapat digunakan sesuai dengan hakikat tujuan yang ingin dicapai.
3.      Model evaluasi system.
Model evaluasi system (educational system evaluation model) dikembangkan oleh beberapa ahli seperti Daniel L Stufflebeam, Michael scriven, robbert E Steke dan Malcolm M Provus. Evaluasi yang mereka kembangkan dalam model ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Michael scriven
Scriven membagi evaluasi menjadi dua yaitu evakuai format dan sumatif. Evaluasi format adalah evaluasi yang diadakan pada saat system masih dalam tahap pengembangan yang penyempernaanya terus dilakukan atas dasar hasil evaluasi. Sedangkan evakuasi sumatif adalah evaluasi yang diadakan setelah system sudah selesai menempuh pengujian dan penyempurnaan.
b.      Robbert E Stake
Stake membagi obyek evaluasi menjadi tiga yaitu 1) antecedents berupa sumber/model/input seperti tenaga, keuangan, karakteristik siswa, dan tujuan. 2) transaction berupa rencana kegiatan dan proses pelaksanaan termasuk urutan kegiatan, penjadwalan waktu, bentuk interaksi guru-murid, menilai hasil belajar dan sebagainya. 3) outcome berupa hasil yang dicapai, reaksi guru, efek samping dari system dan sebagainya.
c.       Daniel L Stuffiebeam
Stuffiebeam menggolongkan evaluasi menjadi empat dimensi yaitu 1) context yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan, misalnya keadaan ekonomi Negara, pandangan hidup masyarakat dan sebagainya. 2) input yaitu sarana/model/bahan dan rencana strategi untuk mencapai tujuan. 3) process yaitu pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/bahan di lapangan. 4) product yaitu hasil yang dicapai selama dan akhir pengembangan system pendidikan yang bersangkutan.
d.      Malcolm M Provus
Provus mengungkapkan empat dimensi evaluasi yaitu 1) design yaitu rencana/sarana. 2) program operations yaitu proses pelaksanaan 3) interim product yaitu hasil belajar jangka pendek dan 4) terminal product yaitu hasil belajar jangka panjang.
Adapun evaluasi model ini ditandai oleh beberapa cirri:
a.       Kesadaran bahwa keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh berbagi factor: karakteristik anak didik dan lingkungan, tujuan dan peralatan, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan system. Oleh kerenanya evaluasi ditujukan pada berbagai dimensi dari system yang dikembangkan, tidak hanya dimensi hasilnya saja.
b.      Evaluasi adalah perbandingan antara penampilan (performance) dengan kriterianya pada setiap dimensi system pendidikan. Pada setiap dimensi dietapkan criteria yang akan dijadikan ukuran mengevaluasi penampilan masing-masing dimensi. Perbandingan dengan criteria dapat pilakukan dengan 1) perbandinagn dengan criteria intern dan 2) perbandinagn dengan criteria ekstern.
c.       Evaluasi tidak berhenti dengan diskripsi mengenai suatu keadaan, tapi juga pertimbangan sebagai kesimpulan dari hasil evaluasi, misalnya baik buruk, efektif tidak efektif dan sebagainya.
d.      Data penilaian dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif.
4.      Model iluminitif
Tokoh evaluasi dengan model iluminatif adalah Malcolm parlett. Model ini banyak dikaitkan dengan pendekatan antropologi. Penilaian menggunakan pendekatan pemfokusan secra progresif (progressive focusing) yaitu penilaian bertahab dengan focus yang makin terarah sampai pada interpretasi. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah observe, inquiry dan seek to explain.
a.      Observe
Penilai mengunjungi sekolah tempat system dikembangkan untuk mendengarkan dan melihat berbagai peristiwa, persoalan dan reaksi guru dan siswa terhadap pelaksanaan system.
b.      Inquiry further
Berbagai persoalan yang terlihat dan terdengar diseleksi untuk mendapatkan perhatian dan penelitian lebih lanjut. Pertanyaan mengenai persoalan tertentu pada guru dan siswa lebih intensif dan terarah.
c.       Seeking to exeplain
Penilai meneliti sebab-akibat masing-masing persoalan. Data yang terpisah disusun dan dihubungkan dalam kesatuan situasi yang terdapat di sekolah yang bersangkutan. Pada tahap ini dilakukan interprestasi terhadap data yang diperoleh.
Beberapa cirri yang menandai model evaluasi ini adalah:
a.       System pendidikan bukanlah sesuatu yang terpisah melainkan berhubungan dengan lingkungan belajr (learning milieu) yang menjadi konteks. Lingkungan baik yang material maupun psikososial bekerja sama dangan guru dan murid. Bila system dievaluasi dengan mengisolasikan konteksnya, maka akan menghasilkan situasi yang artificial.
b.      Bila model sebelumnya menggunakan pendekatan kuantitatif sebagaimana ilmu alam, model iluminatif menekankan pada pendekatan yang kualitatif dan terbuka sebagaimana evaluasi antropologis. Cara yang digunakan tidak standar, tapi fleksibel sebab situasi yang dinilai bersifat terbuka dan mengandung segala macam kemungkinan.
c.       Hasil evaluasi bukan dilaporkan dalam pengukuran dan prediksi, tapi menekankan pada penafsiran.
d.      Obyek efaluasi mencakup latar belakang dan perkembangan system, proses pelaksanaan system, hasilbelajar, kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai pelaksanaan, efek samping seperti kebosanan, ketergantungan secara intelektual, hambatan bagi perkembangan social dan sebagainya.

0 komentar:

Posting Komentar